Skip to content
  • Rabu, 19 November 2025
  • 2:05 am
  • Sosial Media Kami
Sugawa
  • Home
  • Pedoman Media Siber
  • Redaksi
  • Tentang Kami
  • Home
  • Huawei dan Google: Ketika Teknologi Bertemu Politik
Kategori
  • Bisnis dan Iptek (21)
  • Budaya (28)
  • Komunitas (3)
  • Sastra dan Komik (8)
  • Sejarah dan Mitologi (34)
  • Sosok (17)
Bisnis dan Iptek

Huawei dan Google: Ketika Teknologi Bertemu Politik

sugawai1 Nov 1, 2025 0

SUGAWA.ID – Di dunia teknologi, hanya sedikit kisah serumit hubungan antara Huawei dan Google. Dua raksasa dari dua benua satu dari Tiongkok, satu dari Amerika Serikat. Dulunya merupakan mitra yang saling menguntungkan. Namun sejak 2019, hubungan tersebut telah berubah drastis, mencerminkan ketegangan geopolitik antara dua kekuatan ekonomi terbesar dunia tersebut. Kisah Huawei dan Google lebih dari sekadar ponsel dan sistem operasi.

Kisah ini mencerminkan bagaimana teknologi dapat menjadi alat diplomasi, simbol kemerdekaan, dan medan pertempuran politik global.

Awal Hubungan: Zaman Keemasan Android

Sebelum konflik, Huawei merupakan salah satu mitra terpenting Google di pasar Android. Sejak awal 2010an, Huawei telah gencar meluncurkan ponsel pintar berbasis Android, yang memungkinkannya bersaing dengan Samsung dan Apple.

Kolaborasi ini saling menguntungkan. Huawei memperoleh akses ke layanan Google Mobile Services (GMS) seperti YouTube, Gmail, dan Google Maps yang sangat dihargai oleh konsumen di luar Tiongkok. Sementara itu, Google memperoleh akses ke pangsa pasar dan data pengguna ponsel Huawei yang luas yang didistribusikan di seluruh dunia.

Pada puncaknya, Huawei menjadi produsen ponsel pintar terbesar kedua di dunia pada tahun 2018, hanya sedikit di belakang Samsung. Saat itu, masa depan Android dan Huawei tampak saling terkait.

Titik Balik: Ketika Politik Memasuki Dunia Teknologi

Semuanya berubah pada Mei 2019. Pemerintah Amerika Serikat di bawah Presiden Donald Trump memasukkan Huawei ke dalam Daftar Entitas, daftar hitam perdagangan yang melarang perusahaan-perusahaan AS berbisnis dengan Huawei tanpa izin khusus.

Alasannya: Huawei dituduh memiliki hubungan dekat dengan pemerintah Tiongkok dan dianggap sebagai ancaman potensial bagi keamanan nasional AS melalui jaringan 5G yang sedang dibangunnya.

Langkah ini langsung memutus kemitraan antara Huawei dan Google. Akibatnya, ponsel-ponsel Huawei baru tidak dapat lagi menggunakan aplikasi resmi Google, termasuk Play Store. Bagi pasar global, ini merupakan pukulan telak. Seolah-olah Huawei telah kehilangan “jiwa” Android. Sistemnya masih ada, tetapi tanpa layanan Google yang menjadi urat nadi ekosistem penggunanya.

Huawei Melawan: Lahirnya Ekosistemnya Sendiri

Namun, Huawei tidak menyerah. Tak lama kemudian, Huawei meluncurkan Huawei Mobile Services (HMS) sebagai pengganti GMS, lengkap dengan toko aplikasinya sendiri, AppGallery.

Huawei juga memperkenalkan HarmonyOS, sistem operasi yang dikembangkan di dalam negeri dan dirancang untuk berjalan di berbagai perangkat, mulai dari ponsel pintar dan tablet hingga jam tangan pintar dan TV pintar.

Bagi Huawei, keputusan ini bukan hanya strategi bisnis, tetapi juga bentuk perlawanan terhadap dominasi teknologi Barat. Langkah ini sejalan dengan visi pemerintah Tiongkok untuk menciptakan sistem teknologi yang mandiri dan digital, bebas dari ketergantungan pada Amerika Serikat.

Meskipun awalnya skeptis, HarmonyOS kini digunakan di ratusan juta perangkat, membuktikan bahwa Huawei dapat bertahan hidup tanpa Google.

Dampak Global: Pilihan Antara Dua Dunia

Konflik Huawei-Google telah berdampak signifikan terhadap industri teknologi global. Pengguna di luar Tiongkok adalah yang paling terdampak.

Banyak konsumen di Eropa dan Asia Tenggara ragu untuk membeli ponsel Huawei karena tidak adanya Google Play Store. Sementara itu, Huawei terus memperkuat pasar domestiknya di Tiongkok tempat Google telah lama diblokir.

Persaingan ini telah memunculkan dua “ekosistem digital” global yang terpisah:

  1. Ekosistem Barat, yang dipimpin oleh Google, Apple, dan Microsoft.
  2. Ekosistem Timur, yang dipimpin oleh Huawei, Xiaomi, dan perusahaan teknologi Tiongkok lainnya.

Banyak analis menyebut fenomena ini sebagai “splinternet”, yaitu terpecahnya internet global menjadi dua kubu utama akibat persaingan politik dan ideologis.

Lebih dari Sekadar Perusahaan

Hubungan antara Huawei dan Google juga menunjukkan bahwa di era modern, perusahaan teknologi tak terpisahkan dari politik. Setiap cip, aplikasi, atau kode perangkat lunak kini memiliki makna strategis.

Bagi Tiongkok, Huawei adalah simbol kebanggaan nasional dan bukti bahwa negara mereka mampu bersaing dengan Barat. Bagi Amerika Serikat, Google adalah simbol inovasi liberal yang menjunjung tinggi kebebasan digital.

Jadi, ketika kedua raksasa nasional ini berbenturan, yang dipertaruhkan bukan hanya pangsa pasar, tetapi juga citra dan pengaruh global.

Dalam sebuah wawancara tahun 2020, pendiri Huawei, Ren Zhengfei, mengatakan, “Kami tidak berusaha menekan Google. Kami hanya berusaha meyakinkan dunia bahwa Tiongkok juga mampu menciptakan teknologi besar.”

Upaya Pemulihan

Meskipun kehilangan akses ke Google, Huawei tidak berhenti berinovasi. Mereka memperkuat sektor lain seperti perangkat wearable, AI, komputasi awan, dan teknologi otomotif.

Produk-produk terbaru mereka, seperti seri Mate 60 Pro, menunjukkan bahwa Huawei kini mampu memproduksi chip 5G-nya sendiri, bahkan di tengah sanksi berat. Langkah ini dianggap sebagai “kemenangan simbolis” atas tekanan dari Amerika Serikat.

Huawei juga memperluas kolaborasinya dengan perusahaan-perusahaan non-AS seperti Petal Maps, Petal Search, dan berbagai aplikasi lokal di setiap negara. Secara bertahap, Huawei membangun dunia digitalnya sendiri, bebas dari ketergantungan pada Google.

Kesimpulan: Dua Jalan Menuju Masa Depan

Kisah Huawei dan Google merupakan gambaran nyata abad ke-21: tempat teknologi, bisnis, dan politik bersinggungan.

Google merepresentasikan dunia terbuka yang berbasis pada kerja sama global. Huawei merepresentasikan dunia yang berdaulat, yang menginginkan kemerdekaan dari pengaruh luar. Keduanya mencerminkan dua perspektif tentang masa depan yang bergantung pada konektivitas, yang lain pada kemerdekaan.

Mungkin tidak ada pemenang yang jelas dalam konflik ini. Namun satu hal yang jelas: hubungan antara Huawei dan Google telah mengubah wajah industri teknologi global, yang memaksa semua orang untuk bertanya akankah masa depan digital kita tetap bersatu, atau akankah terpecah belah?


AndroidGoogleHuawei
sugawai1

Website: https://sugawa.id

Related Story
Bisnis dan Iptek
“Klik, Bayar, Hidup”: Revolusi E-Commerce di Tiongkok
sugawai1 Nov 9, 2025
Bisnis dan Iptek
Lenovo: Dari Bengkel Kecil di Beijing Menuju Panggung Teknologi Global
sugawai1 Nov 7, 2025
Bisnis dan Iptek
Sejarah dan Persaingan BYD dengan Tesla dan Mobil Listrik Lainnya
sugawai1 Nov 6, 2025
Bisnis dan Iptek
Sejarah dan Perkembangan miHoYo: Dari Studio Indie ke Raksasa Game Global
sugawai1 Nov 6, 2025
Bisnis dan Iptek
Douyin: Ketika Budaya Tiongkok Menari di Layar dalam 15 Detik
sugawai1 Nov 4, 2025
Bisnis dan Iptek
Perkembangan Teknologi di Tiongkok: Dari Negeri Kuno Menuju Era Digital Global
sugawai1 Okt 23, 2025
Bisnis dan Iptek
Tokoh-Tokoh Modern Tiongkok: Dari Inovasi hingga Transformasi Global
sugawai1 Okt 22, 2025
Bisnis dan Iptek
Shanghai: Antara Modernitas dan Tradisi yang Tak Pernah Pudar
sugawai1 Okt 12, 2025
Bisnis dan Iptek
Pembukaan Tol Kataraja akan Membawa Efek Multiplier kepada Kawasan Pantai Indah Kapuk
sugawai1 Okt 11, 2025
Bisnis dan Iptek
Mau Prima Kapanpun : Hardee Hadir dengan Bahan Alami untuk Stamina dan Percaya Diri Pria
sugawai1 Okt 10, 2025
Bisnis dan Iptek
Siap Bertarung dengan Apple dan Samsung, Tesla Luncurkan Pi Phone: Revolusi Komunikasi Dunia ala Elon Musk
sugawai1 Okt 8, 2025
Bisnis dan Iptek
Tak Sekadar Pameran, Mazda Power Drive 2025 Ajak Pengunjung Rasakan “Jiwa” Mobil Mazda dan Diskon Besar
sugawai1 Okt 7, 2025

Copyright © 2025 | Sugawa.id | NewsExo by ThemeArile

  • Tentang Kami
  • Redaksi
  • Pedoman Media Siber
  • Tentang Kami