SUGAWA.ID – Warna dalam budaya Tiongkok lebih dari sekadar keindahan. Warna hadir dalam pakaian, arsitektur, makanan, dan bahkan perayaan. Di balik setiap warna terdapat filosofi mendalam tentang keseimbangan alam, energi kehidupan, dan nilai-nilai moral. Dalam pemikiran Tiongkok klasik, warna berasal dari teori Wu Xing—lima unsur kehidupan: kayu, api, tanah, logam, dan air. Dari sana, muncul lima warna primer: merah, kuning, hijau (biru-hijau), putih, dan hitam.
Kelima warna ini tidak hanya menghiasi kehidupan sehari-hari tetapi juga mencerminkan hubungan manusia dengan alam semesta. Sejarawan budaya Tiongkok, Dr. Tan Sooi Beng, menyatakan, “Warna dalam budaya Tiongkok adalah bahasa simbolis. Warna melambangkan kehormatan, kemurnian, keberuntungan, dan keseimbangan dalam hidup.”
1. Merah—Keberuntungan dan Kegembiraan
Tidak ada warna yang lebih ikonis dalam budaya Tiongkok selain merah. Setiap Tahun Baru Imlek, pintu-pintu dihiasi kertas merah bertuliskan doa, lentera merah digantung di jalan-jalan, dan amplop merah berisi uang keberuntungan dipertukarkan.
Merah melambangkan kebahagiaan, kemakmuran, dan perlindungan dari roh jahat. Secara filosofis, merah dikaitkan dengan elemen api dan arah selatan, melambangkan energi kehidupan (yang).
Secara historis, warna ini telah menjadi simbol kekuatan dan semangat kebangsaan. Selama Dinasti Ming dan Qing, pakaian merah sering dikenakan pada pernikahan dan upacara besar. “Merah adalah warna kehidupan—memancarkan harapan,” kata Prof. Liu Xiu Mei, pakar estetika dari Universitas Normal Beijing.
Hingga saat ini, merah masih mendominasi dekorasi rumah baru, toko, dan pernikahan sebagai doa untuk kehidupan yang hangat dan sejahtera.
2. Kuning — Keagungan dan Keseimbangan
Dalam sejarah Tiongkok kuno, kuning adalah warna kaisar. Hanya kaisar yang diizinkan mengenakan jubah kuning. Warna ini melambangkan bumi, elemen sentral, yang melambangkan keseimbangan dan stabilitas.
Pada masa Dinasti Tang, dinding istana dicat kuning keemasan sebagai simbol amanat surga. Warna ini juga mengandung makna kebijaksanaan dan kebajikan, karena dianggap sebagai warna bumi yang memberi kehidupan bagi segala sesuatu.
Saat ini, kuning tetap hadir dalam ritual keagamaan dan simbol spiritualitas. Di altar Tao dan Buddha, lilin dan kain kuning melambangkan kemurnian dan pencerahan batin. “Kuning adalah warna ketenangan; ia mengingatkan orang untuk rendah hati dan selaras dengan alam,” jelas Bhikkhu Shi Ming An, seorang biksu Buddha di Jakarta.
3. Hijau (atau Biru-Hijau) — Kehidupan dan Pembaruan
Warna hijau sering disamakan dengan qing (青) dalam bahasa Mandarin, yang mencakup spektrum biru-hijau. Warna ini melambangkan elemen kayu, arah timur, dan energi pertumbuhan.
Dalam tradisi Tiongkok, hijau melambangkan kehidupan baru, kesehatan, dan kesuburan. Pohon bambu yang selalu hijau selalu menjadi simbol keteguhan dan kejujuran, sementara giok—warna hijau lembut—dianggap sebagai batu suci yang membawa keberuntungan.
Warna ini juga erat kaitannya dengan seni dan puisi klasik. Banyak penyair Dinasti Song menggambarkan keindahan alam sebagai “hijaunya taman musim semi” atau “biru lembut pegunungan di kejauhan.”
Saat ini, hijau telah kembali penting dalam konteks modern—sebagai simbol alam yang berkelanjutan dan harmoni ekologis, sejalan dengan ajaran Tao tentang keseimbangan alam.
4. Putih — Kemurnian dan Duka Cita
Berbeda dengan pandangan Barat yang menganggap putih sebagai warna perayaan, dalam tradisi Tiongkok, putih sering dikaitkan dengan duka cita dan kematian. Selama pemakaman, keluarga mendiang mengenakan pakaian putih polos sebagai tanda duka cita dan memberikan penghormatan terakhir.
Namun, putih tidak selalu memiliki konotasi muram. Dalam filsafat Tao, putih juga melambangkan kesederhanaan, kejujuran, dan kemurnian hati. Elemennya adalah logam, arah barat, dan sifatnya keras namun bersih.
Dalam arsitektur Tiongkok modern, putih sering dipadukan dengan emas atau merah untuk menyeimbangkan energi, menciptakan kesan elegan namun sakral.
5. Hitam — Kekuatan dan Misteri
Warna hitam (hei) memiliki makna ganda. Ia diasosiasikan dengan air, arah utara, dan musim dingin. Dalam kosmologi Tiongkok, hitam tidak melambangkan kejahatan, melainkan ketenangan dan kekuatan alam yang mendalam.
Pada awal Dinasti Zhou, para kaisar mengenakan warna hitam untuk upacara-upacara penting karena dianggap paling murni dan paling berkuasa. Dalam I Ching (Kitab Perubahan), hitam disebut “warna Dao”, warna asli sebelum semua warna lahir.
Saat ini, hitam adalah warna yang formal dan bermartabat. Dalam dunia bisnis, setelan hitam menunjukkan keseriusan dan tanggung jawab, sementara dalam seni modern, hitam melambangkan keanggunan dan misteri.
Harmoni Lima Warna
Bagi orang Tionghoa, hidup yang baik bukanlah tentang memilih satu warna, melainkan tentang menyeimbangkan lima warna untuk menciptakan harmoni layaknya alam. Setiap warna memiliki sisi terang dan gelap, positif dan negatif. Ketika warna-warna tersebut berpadu, terciptalah harmoni, layaknya yin dan yang.
Itulah sebabnya, dalam rumah-rumah tradisional Tionghoa, dekorasi seringkali memadukan warna merah hangat, kuning tanah, dan hijau bambu—bukan hanya untuk estetika, tetapi juga untuk menjaga keseimbangan energi.
“Warna dalam budaya Tionghoa bukan sekadar cat di permukaan,” kata tokoh budaya Tionghoa-Indonesia, Irwan Tjiang. “Warna merupakan cerminan pandangan hidup kita—bagaimana manusia berusaha hidup dalam keseimbangan antara langit dan bumi.”













