Skip to content
  • Rabu, 19 November 2025
  • 2:44 am
  • Sosial Media Kami
Sugawa
  • Home
  • Pedoman Media Siber
  • Redaksi
  • Tentang Kami
  • Home
  • Cakwe: Jejak Pengkhianatan dan Cinta Rakyat dalam Sepotong Gorengan
Kategori
  • Bisnis dan Iptek (21)
  • Budaya (28)
  • Komunitas (3)
  • Sastra dan Komik (8)
  • Sejarah dan Mitologi (34)
  • Sosok (17)
Budaya

Cakwe: Jejak Pengkhianatan dan Cinta Rakyat dalam Sepotong Gorengan

sugawai1 Okt 10, 2025 0

SUGAWA.ID – Di atas piring plastik beralas kertas nasi, sebauh cakwe tergeletak, masih hangat, menggoda untuk dicelupkan ke dalam semangkuk bubur ayam atau susu kedelai.

Di Indonesia, kita menyebutnya cakwe yaitu gorengan renyah, ringan, dan hampir tak pernah absen dari meja sarapan kaki lima.

Tapi siapa sangka, di balik kerakyatannya cakwe, tersimpan cerita lama mengenai pengkhianatan, patriotisme, dan perlawanan rakyat jelata?

Jejak Sejarah: Dari Pengkhianatan ke Penggorengan

Asal-usul cakwe bisa ditelusuri sampai ke Dinasti Song di Tiongkok, sekitar abad ke-12. Kisahnya bermula dari seorang jenderal bernama Yue Fei, sosok yang hingga kini dianggap sebagai lambang kesetiaan dan keberanian. Yue Fei dikenal karena kegigihannya dalam mempertahankan tanah air dari serangan bangsa Jin di utara. Namun, pada akhirnya bukanlah musuh yang menjatuhkannya, melainkan pengkhianatan dari dalam.

Qin Hui, seorang pejabat tinggi Dinasti Song, dianggap sebagai biang keladi dalam eksekusi Yue Fei. Atas tekanan politik dan kepentingan pribadi, Qin Hui bersama istrinya diyakini merekayasa tuduhan palsu yang berakhir pada eksekusi sang jenderal.

Kabar kematian Yue Fei menyulut amarah rakyat. Tapi karena adanya keterbatasan kuasa, mereka memilih jalan simbolis: menciptakan makanan yang melambangkan kemarahan mereka. Sepasang adonan panjang, melambangkan Qin Hui dan istrinya, yang digoreng dalam minyak panas. Mereka menyebutnya “yóu zhá huì” (油炸桧), yang berarti “Qin Hui yang digoreng dalam minyak.”

Dengan memakan gorengan itu, mereka melampiaskan protes, kesedihan, dan kecintaan mereka pada Yue Fei dengan cara yang diam namun tajam yaitu dengan mengunyah pengkhianat.

Dari Protes ke Pagi Hari

Seiring berjalannya waktu, semangat perlawanan itu meredup, dan namanya mengalami pergeseran lidah dari “you zha hui” menjadi “yóutiáo” di berbagai daerah. Saat budaya Tionghoa menyebar ke Asia Tenggara melalui migrasi, terutama oleh komunitas Hokkien, nama itu mengalami perubahan lagi. Di Indonesia, khususnya di kalangan peranakan, ia dikenal sebagai cakwe, kemungkinan besar pelafalan lokal dari “chak kwe” dalam dialek Hokkien.

Hal yang tersisa dari simbolisme lamanya hanyalah bentuknya: dua batang adonan yang digoreng menyatu, masih setia menggambarkan pasangan pengkhianat itu.

Namun fungsinya telah berubah total. Kini cakwe bukan lagi simbol protes, melainkan bagian akrab dari budaya makan masyarakat Indonesia, Tiongkok, Thailand, Malaysia, dan negara Asia lainnya. Ia menemani bubur, menyelam dalam susu kedelai, bahkan menjadi isian untuk sandwich atau topping mi goreng kekinian.

Cakwe di Indonesia: Cinta dalam Kesederhanaan

Di Indonesia, cakwe telah melewati banyak perubahan. Beberapa penjual menyajikannya dengan saus bawang putih pedas, yang lain menyajikannya dengan menambahkan varian isi seperti udang atau ayam. Namun akar rasa dan bentuknya tetap sama: gurih, panjang, dan renyah.

Di balik kesederhanaan rasanya, cakwe menyimpan lapisan cerita yang kompleks: pengkhianatan politik, cinta rakyat kepada pemimpinnya, dan bagaimana makanan bisa menjadi bentuk ekspresi sosial. Ironisnya, si pengkhianat yang dulu dibenci kini “hidup” dalam wujud yang digoreng dan disantap setiap hari tanpa mengetahui siapa sebenarnya yang mereka makan.

Akhir Kata: Sejarah yang Tersisa di Ujung Lidah

Cakwe bukan hanya sekadar makanan. Ia juga merupakan warisan budaya, simbol perlawanan yang berubah menjadi kenyamanan. Mungkin kita tak lagi memakannya dengan amarah layaknya rakyat Song dahulu, tapi setiap kali menggigitnya, kita bisa mengingat bahwa makanan paling sederhana pun bisa membawa cerita paling dalam.


CakweSejarah TiongkokYue Fei
sugawai1

Website: https://sugawa.id

Related Story
Budaya
Pesona Abadi Lukisan Tiongkok: Ketika Kuas Menyatu dengan Jiwa Alam
sugawai1 Nov 13, 2025
Budaya
Akupunktur: Warisan Abadi Pengobatan Tiongkok 
sugawai1 Nov 11, 2025
Budaya
Menjelajahi Tiongkok: Jejak Sejarah dan Keindahan Alam Sepanjang Masa
sugawai1 Nov 8, 2025
Budaya
Wushu: Ketika Seni Bela Diri Menjadi Gaya Hidup
sugawai1 Nov 5, 2025
Budaya
Sutra Tiongkok: Benang Halus yang Menenun Sejarah Dunia
sugawai1 Nov 4, 2025
Budaya
Rahasia di Balik Aroma: Rempah-rempah Tiongkok yang Mengubah Dunia
sugawai1 Okt 30, 2025
Budaya
Goji Berry: Permata Merah Tiongkok, Rahasia Panjang Umur
sugawai1 Okt 28, 2025
Budaya
Barongsai: Simbol Keberanian dan Keberuntungan dalam Budaya Tiongkok
sugawai1 Okt 27, 2025
Budaya
Kuliner Khas Tiongkok di Indonesia: Tradisi Kuliner Berpadu dengan Cita Rasa Lokal
sugawai1 Okt 18, 2025
Budaya
Baju Koko: Jejak Tionghoa dalam Busana Muslim Indonesia
sugawai1 Okt 17, 2025
Budaya
5 Warna Dominan dalam Budaya Tiongkok: Makna, Simbolisme, dan Kehidupan Sehari-hari
sugawai1 Okt 16, 2025
Budaya
Menelusuri Sejarah Tiongkok: 5 Situs Bersejarah yang Wajib Dikunjungi
sugawai1 Okt 15, 2025

Copyright © 2025 | Sugawa.id | NewsExo by ThemeArile

  • Tentang Kami
  • Redaksi
  • Pedoman Media Siber
  • Tentang Kami