Skip to content
  • Saturday, 4 October 2025
  • 6:08 am
  • Sosial Media Kami
Sugawa
  • Home
  • Pedoman Media Siber
  • Redaksi
  • Tentang Kami
  • Home
  • Festival Chongyang, Tradisi Tionghoa yang Mengajarkan Syukur dan Bakti
Categories
  • Bisnis dan Iptek (6)
  • Budaya (7)
  • Sastra dan Komik (3)
  • Sejarah dan Mitologi (7)
  • Sosok (4)
Budaya

Festival Chongyang, Tradisi Tionghoa yang Mengajarkan Syukur dan Bakti

sugawai1 Sep 30, 2025 0

SUGAWA.ID – Di tengah kalender tradisional Tionghoa yang dipenuhi dengan perayaan besar, ada satu momen yang lebih syahdu dan reflektif yaitu Festival Chongyang.

Perayaan Festival Chongyang yang jatuh setiap tanggal 9 bulan 9 penanggalan lunar ini mungkin tidak sepopuler Tahun Baru Imlek atau Festival Pertengahan Musim Gugur, namun justru menyimpan makna mendalam tentang keluarga, umur panjang, dan penghormatan pada orang tua.

Festival Chongyang juga dikenal sebagai Festival Pendakian atau Festival Orang Tua. Nama “Chongyang” berarti “Ganda Yang”, merujuk pada filosofi Yin-Yang di mana angka ganjil adalah lambang energi Yang. Tanggal 9 bulan 9 dianggap sebagai puncak energi Yang, yang dipercaya berpotensi membawa nasib buruk. Karena itu, berbagai tradisi lahir untuk menangkal pengaruh negatif sekaligus mengubahnya menjadi doa akan keberuntungan dan kesehatan.

Tradisi yang paling melekat dalam Festival Chongyang adalah mendaki gunung atau bukit (dēnggāo). Aktivitas ini tak sekadar rekreasi, tetapi juga melambangkan usaha manusia mengatasi rintangan hidup dan mendekatkan diri dengan alam. Dari puncak, orang-orang memandang keindahan musim gugur yang keemasan sembari merenungkan perjalanan hidup.

Selain itu, masyarakat dahulu mengenakan tanaman zhuyu, sejenis ramuan aromatik yang dipercaya mampu mengusir roh jahat. Meski kini jarang dijalankan di perkotaan, nilai simbolisnya masih diingat. Perayaan juga tak lengkap tanpa menyantap kue Chongyang (chongyang gao) yang berlapis-lapis. Kata gao terdengar mirip dengan kata “tinggi”, sehingga melambangkan harapan untuk meraih kemajuan dan umur panjang.

Ada pula tradisi menikmati bunga krisan yang mekar di musim gugur. Krisan dipandang sebagai simbol ketabahan dan keabadian. Minuman anggur bunga krisan (júhuā jiǔ) sering menemani momen ini, menambah nuansa damai sekaligus penuh makna.

Makna Festival Chongyang semakin berkembang di era modern. Sejak 1989, pemerintah Tiongkok bahkan menetapkannya sebagai Hari Lansia Nasional. Acara penghormatan terhadap orang tua dan kakek-nenek kerap digelar, dari makan bersama hingga kegiatan komunitas. Di tengah kehidupan serba cepat, perayaan ini menjadi pengingat pentingnya menghargai masa lalu, menjaga kebersamaan, dan menyiapkan generasi mendatang.

Tahun 2025, Festival Chongyang jatuh pada 29 Oktober. Saat daun-daun menguning dan udara menjadi segar, inilah saatnya untuk tidak hanya mendaki lebih tinggi secara simbolis, tetapi juga mendekatkan diri pada keluarga. Pesannya sederhana namun universal: hormati mereka yang lebih dulu, nikmati masa kini, dan sambut masa depan dengan penuh harapan.


Budaya TionghoaEnergi YangFestival Chongyang
sugawai1

Website: https://sugawa.id

Related Story
Budaya
Jejak Sejarah dan Sentuhan Budaya Peranakan Tionghoa pada Batik Indonesia
sugawai1 Oct 3, 2025
Budaya
Lima Pantangan di Festival Chóngyáng: Tradisi Tua, Makna Mendalam
sugawai1 Oct 3, 2025
Budaya
Ini 6 Hidangan Lokal Indonesia yang Digunakan dalam Festival Tiong Ciu Pia
sugawai1 Sep 25, 2025
Budaya
Mengapa Festival Tiong Ciu Pia Perlu Dipahami Anak Muda Tionghoa, Ini Kata Para Pakar
sugawai1 Sep 25, 2025
Budaya
Ini 6 Pantangan Selama Festival Tiong Ciu Pia, Jangan Sampai Terlewat!
sugawai1 Sep 24, 2025
Budaya
Tiong Ciu Pia: Kue Bulan yang Menyatukan Tradisi di Indonesia
sugawai1 Sep 24, 2025

Copyright © 2025 | Sugawa.id | NewsExo by ThemeArile

  • Tentang Kami
  • Redaksi
  • Pedoman Media Siber
  • Tentang Kami