SUGAWA.ID — Di setiap sudut kota di Indonesia, dari gang-gang sempit Glodok hingga pasar-pasar tradisional Yogyakarta, aroma harum bakmi goreng selalu menggoda siapa pun yang melewatinya.
Namun, di balik kelezatan semangkuk bakmi ayam yang kita kenal sekarang, tersimpan sejarah panjang kuliner budaya dan cita rasa sebuah kisah yang dimulai ribuan tahun lalu di Tiongkok.
Bakmi bukan sekadar makanan. Ia adalah simbol pertemuan dua dunia: tradisi kuliner Tiongkok yang tua dan kekayaan rasa lokal Indonesia yang penuh warna. Dalam satu suapan mie, tersimpan cerita tentang migrasi, adaptasi, dan cinta pada makanan yang melintasi generasi.
Asal Usul: Dari “Mian” ke “Bakmi”
Bakmi berasal dari bahasa Hokkien: “bak” yang berarti daging, dan “mi” yang berarti mi atau mi tepung terigu. Di Tiongkok, mi gandum telah menjadi makanan pokok selama lebih dari dua milenium, terutama di wilayah utara seperti Shaanxi dan Shandong.
Namun, ketika para pedagang dan imigran Tiongkok mulai berdatangan ke kepulauan Indonesia sekitar abad ke-17, mereka membawa resep sederhana ini. Di tangan para migran Hokkien dan Hakka, mi berkembang menjadi hidangan yang lebih beragam disesuaikan dengan bahan-bahan lokal, selera, dan bahkan kepercayaan setempat.
Di sinilah lahirnya “bakmi” versi Indonesia.
Adaptasi di Nusantara: Dari Babi ke Ayam
Di tanah kelahirannya, bakmi sering kali diolah menggunakan kaldu babi atau tulang babi. Namun, ketika memasuki masyarakat Indonesia yang mayoritas Muslim, para imigran Tionghoa dengan cepat mengadaptasi resep mereka. Daging babi diganti dengan ayam atau sapi, kaldunya dibuat dari tulang ayam, dan bumbu tradisional Indonesia seperti kecap manis, bawang merah goreng, dan saus sambal ditambahkan.
Hasilnya? Bakmi ayam salah satu variasi paling populer hingga saat ini. “Bakmi ayam adalah contoh sempurna akulturasi kuliner,” kata Lina Setiawan, seorang peneliti kuliner di Jakarta. “Ini menunjukkan bagaimana makanan asing dapat diterima dengan hangat karena beradaptasi dengan budaya lokal tanpa kehilangan identitasnya.”
Bakmi ayam kini menjadi hidangan yang lintas kelas dan generasi: dari warung kaki lima hingga restoran mewah, dari sarapan cepat saji hingga menu makan malam favorit.
Hidangan Mi Indonesia: Mencerminkan Keragaman Budaya
Setiap daerah di Indonesia kini memiliki versi bakminya sendiri, yang mencerminkan perpaduan budaya dan cita rasa lokal:
Bakmi Jawa (Yogyakarta dan Solo) Menggunakan mi kuning lembap yang dimasak dengan telur, ayam, dan kaldu kental. Biasanya dimasak di atas tungku arang, menghasilkan aroma asap yang khas.
Bakmi Medan Rasanya gurih dengan tambahan minyak wijen, kecap, dan acar cabai rawit. Bakmi ini sangat dipengaruhi oleh komunitas Tionghoa Hokkien di Sumatera Utara.
Mie Bangka Hidangan khas mereka adalah mi kenyal dengan topping ayam atau ikan cincang, disajikan dalam kuah bening.
Mie Pontianak Mie ini memiliki cita rasa gurih khas Kalimantan Barat, seringkali menggunakan kecap ikan dan minyak bawang putih.
Setiap versi mi ini mewujudkan identitas daerah sekaligus mempertahankan warisan kuliner Tionghoa yang kuat rasa gurih, tekstur lembut, dan penyajian yang seimbang.
Lebih dari Sekadar Makanan: Filosofi di Balik Semangkuk Mie Dalam budaya Tionghoa, mi memiliki makna simbolis yang mendalam.
Panjangnya mi dipercaya melambangkan umur panjang dan rejeki yang melimpah. Oleh karena itu, mi selalu hadir dalam perayaan ulang tahun dan Tahun Baru Imlek.
Makna ini juga terbawa ke Indonesia. Banyak keluarga keturunan Tionghoa masih mempertahankan tradisi menyajikan mi panjang pada acara-acara khusus. Bahkan, di beberapa restoran Tionghoa di Jakarta, pelanggan dapat memesan “mi panjang umur”, yang disajikan tanpa dipotong sebagai simbol berkah. “Setiap helai mi lebih dari sekadar makanan,” kata Sutanto Hadi, pemilik Bakmi Sinar Baru di Glodok. “Ini adalah doa yang dapat dimakan, doa untuk umur panjang dan rejeki yang tak terputus.”
Modernisasi dan Inovasi: Dari Kios ke Dunia
Kini, bakmi tak hanya menjadi hidangan tradisional, tetapi juga telah merambah panggung global. Di kota-kota besar dunia seperti Singapura, Melbourne, dan Los Angeles restoran yang menyajikan bakmi asli Indonesia bermunculan.
Bahkan di Indonesia sendiri, inovasi bakmi terus berlanjut. Ada bakmi dengan topping kekinian seperti jamur truffle, bakmi yang sangat pedas, bahkan bakmi vegan bebas gluten.
Semua ini membuktikan bahwa bakmi mampu beradaptasi dengan perkembangan zaman, tanpa kehilangan akarnya yang kuat. Namun di tengah inovasi-inovasi ini, satu hal tetap sama: bakmi selalu menjadi makanan yang menghadirkan rasa nyaman, nostalgia, dan kehangatan rumah.
Bakmi: Jembatan Budaya Abadi
Dari daratan Tiongkok hingga kepulauan Indonesia, perjalanan bakmi adalah perjalanan cita rasa yang menjembatani perbedaan. Hal ini membuktikan bahwa makanan dapat menjadi media persahabatan, tempat bertemunya budaya dan tradisi tanpa saling meniadakan.
Dalam setiap mangkuk bakmi baik yang disajikan di warung tradisional di Glodok maupun restoran modern di Jakarta Selatan terdapat sejarah panjang imigrasi, kondisi, dan kecintaan terhadap rasa.
Bakmi lebih dari sekadar pengalaman kuliner; bakmi adalah kisah pertemuan manusia dan budaya yang disatukan oleh rasa.








