SUGAWA.ID – Sejarah kekaisaran Tiongkok selama lebih dari dua ribu tahun menunjukkan hal kontras. Di satu sisi ada Kaisar Tiongkok hebat yang meninggalkan warisan gemilang, tapi ada pula kaisar yang justru dikenang karena kelemahan, kesembronoan, bahkan kebodohan mereka dalam memimpin.
Dalam catatan sejarah, kebodohan Kaisar Tiongkok ini tak selalu berarti rendah intelektual, melainkan kegagalan membaca situasi, membuat kebijakan, atau mengendalikan hawa nafsu.
Menurut Prof. Xu Kai, kegagalan para kaisar Tiongkok ini bukan karena kurang cerdas secara intelektual, melainkan karena kecenderungan mengutamakan ambisi pribadi, seni, atau kesenangan dibandingkan kepentingan negara.
Sementara Dr. Jonathan Spence dari Yale University menegaskan dalam sejarah Tiongkok, seorang kaisar bisa dianggap bodoh bukan karena tak tahu apa-apa, melainkan karena gagal menjadi pemimpin di saat negaranya membutuhkan arah yang jelas.
Berikut ini adalah lima Kaisar Tiongkok yang sering dianggap “paling bodoh” dan menjadi pelajaran berharga dari masa lalu.
- Kaisar Yang dari Sui (569–618 M)
Nama asli kaisar Tiongkok ini adalah Yang Guang. Ia awalnya dikenal cerdas dan ambisius, tetapi setelah naik tahta sebagai Kaisar Sui Yangdi, ia berubah menjadi penguasa otoriter yang haus kemegahan.
Proyek-proyek besar seperti Kanal Besar (Grand Canal), pembangunan istana megah di Luoyang, serta renovasi istana di berbagai kota menguras tenaga rakyat. Ribuan orang tewas akibat kerja paksa, sementara pajak dan upeti semakin mencekik.
Yangdi juga terobsesi pada ekspansi militer. Ia melancarkan serangan besar-besaran ke Korea (Kerajaan Goguryeo) sebanyak tiga kali, namun selalu gagal.
Perang ini tak hanya memakan biaya besar, tetapi juga melemahkan moral pasukan dan rakyat. Sejarawan menilai ambisinya yang berlebihan tanpa perhitungan matang adalah salah satu kebodohan paling fatal dalam sejarah Tiongkok.
Akhirnya, pemberontakan rakyat meluas, dan Dinasti Sui yang baru berdiri kemudia runtuh. Ironisnya, proyek besar yang ia bangun memang berguna di masa depan, tetapi dirinya dikenang sebagai kaisar yang menghancurkan dinastinya sendiri.
- Kaisar Ai dari Han (27–1 SM)
Kaisar Ai dari Dinasti Han Barat naik tahta pada usia muda, tetapi segera memperlihatkan kelemahannya dalam memimpin.
Sebagai kaisar, ia lebih mengutamakan urusan pribadi daripada negara. Kisah paling terkenal adalah hubungannya dengan pejabat muda Dong Xian, yang sangat ia favoritkan.
Ai memberi Dong Xian jabatan tinggi tanpa pengalaman, bahkan memberikan hak istimewa yang melampaui pejabat senior.
Sejarawan mencatat anekdot terkenal tentang “lengan yang terpotong” (duanxiu), ketika kaisar tidak mau membangunkan Dong Xian yang tidur di lengannya, sehingga ia memotong lengan bajunya sendiri agar kekasihnya tidak terganggu.
Kebodohan politiknya adalah membiarkan pemerintahan dikuasai favorit pribadi, sementara korupsi merajalela.
Ia juga gagal mengendalikan faksi istana dan membiarkan perpecahan politik makin parah. Ketika meninggal di usia 25 tahun, Dinasti Han berada dalam kekacauan, mempercepat keruntuhan Han Barat.
- Kaisar Huizong dari Song (1082–1135 M)
Huizong dari Dinasti Song Utara adalah paradoks: seorang seniman ulung, tapi pemimpin yang buruk.
Ia dikenal sebagai pelukis, kaligrafer, dan pecinta musik. Karyanya dalam seni hingga kini masih dipuji, namun ketika berbicara tentang urusan negara, ia benar-benar lalai.
Huizong lebih suka menghabiskan waktu di taman istana, mengoleksi benda seni, dan mengadakan pesta mewah, sementara ancaman dari bangsa Jurchen di utara semakin besar.
Ia menyerahkan urusan negara pada pejabat yang tidak kompeten dan sering salah memilih orang untuk memegang kekuasaan.
Ketika pasukan Jurchen menyerbu, ia tak mampu memimpin perlawanan. Ia akhirnya melarikan diri, namun tertangkap dan dibawa sebagai tawanan ke utara.
Peristiwa ini dikenal sebagai Kejadian Perangjing (1127), di mana Ibu Kota Kaifeng jatuh dan Dinasti Song Utara runtuh. Huizong diasingkan dan meninggal sebagai tawanan.
Sejarawan menilai kebodohan Huizong adalah menukar tanggung jawab negara dengan seni dan kesenangan pribadi. Ia tercatat sebagai kaisar yang “lebih cocok menjadi seniman daripada penguasa.”
- Kaisar Wanli dari Ming (1563–1620 M)
Kaisar Wanli adalah salah satu penguasa Dinasti Ming dengan masa pemerintahan panjang, hampir 48 tahun.
Pada awalnya, ia rajin mengurus negara. Namun setelah berselisih dengan para pejabat mengenai siapa yang akan menjadi putra mahkota, ia berubah jadi kaisar pemalas dan keras kepala.
Selama lebih dari dua dekade, Wanli menolak menghadiri sidang pemerintahan (court audience), tidak menandatangani dokumen, dan membiarkan birokrasi berjalan tanpa kendali. Pejabat tinggi saling berselisih, sementara korupsi semakin merajalela.
Meski di masa pemerintahannya Tiongkok menghadapi perang besar seperti Invasi Jepang ke Korea (1592–1598) dan ancaman Manchu di utara, Wanli lebih sibuk dengan urusan keluarga dan perbendaharaan pribadi.
Akibatnya, meski Dinasti Ming sempat bertahan, fondasinya sudah sangat rapuh. Beberapa dekade setelah kematiannya, dinastinya pun runtuh.
Kebodohan Wanli adalah mengabaikan tanggung jawab sebagai kaisar, padahal ia memiliki kesempatan menyelamatkan dinastinya.
- Kaisar Xianfeng dari Qing (1831–1861 M)
Kaisar Xianfeng memimpin di salah satu periode paling kritis dalam sejarah Tiongkok: saat pecahnya Perang Candu melawan Inggris, pemberontakan Taiping yang menewaskan puluhan juta orang, serta intervensi asing yang makin menekan kedaulatan Tiongkok.
Sayangnya, Xianfeng justru dikenal lemah dan tidak tegas. Ia lebih sering melarikan diri dari kenyataan, meninggalkan istana Beijing saat pasukan Inggris dan Prancis menyerang, serta membiarkan pejabat korup mengambil alih urusan negara.
Ia juga gagal memimpin secara langsung dalam menghadapi Pemberontakan Taiping, salah satu perang sipil terbesar dalam sejarah dunia.
Dalam catatan sejarawan, Xianfeng lebih sibuk dengan kehidupan pribadi dan istana haremnya. Ia meninggal muda pada usia 30 tahun, meninggalkan kekacauan yang harus dihadapi oleh istrinya, Permaisuri Cixi.
Banyak ahli sejarah menilai kebodohannya mempercepat apa yang disebut “Abad Penghinaan” Tiongkok, ketika negara itu jatuh ke dalam bayang-bayang kekuatan Barat.
Demikianlah lima kaisar bodoh tersebut berkuasa, dari Sui Yangdi yang ambisius hingga Xianfeng yang lari dari kenyataan. Kisah lima kaisar ini membuktikan bahwa kebodohan seorang pemimpin bisa meruntuhkan dinasti yang megah sekalipun.