SUGAWA.ID – Siapa yang tidak kenal nasi goreng? Hidangan sederhana ini, yang dapat ditemukan di mana-mana, mulai dari warung kaki lima hingga restoran mewah, telah menjadi bagian tak terpisahkan dari kuliner Indonesia. Namun, dibalik kelezatan dan kesederhanaannya, nasi goreng memiliki sejarah panjang lintas budaya. Hidangan ini bukan berasal dari Indonesia, melainkan warisan kuliner Tiongkok yang telah diadaptasi dengan selera dan bahan-bahan lokal Indonesia.
Asal Usul di Tiongkok
Sejarah mencatat bahwa nasi goreng pertama kali muncul di Tiongkok sekitar 1.000 tahun yang lalu, pada masa Dinasti Sui (589–618 M). Bangsa Tiongkok dikenal hemat dan tidak suka membuang-buang makanan, sehingga mereka mencari cara untuk memanfaatkan nasi sisa yang dingin. Alih-alih membuangnya, mereka menggorengnya kembali dengan bawang putih, kecap, atau sisa lauk.
Selain praktis, nasi goreng juga dianggap lebih sehat dan higienis, karena proses penggorengan dalam minyak panas menghilangkan bau asam atau bakteri dari nasi yang telah disimpan semalaman. Hal ini memunculkan konsep nasi goreng, atau “chǎo fàn” (炒饭), versi nasi goreng Tiongkok yang kemudian menyebar ke berbagai negara Asia melalui perdagangan dan migrasi.
Perjalanan Menuju Nusantara
Kedatangan nasi goreng di Indonesia tak lepas dari hubungan dagang antara Tiongkok dan kepulauan Indonesia sejak abad ke-10. Para pedagang Tiongkok tiba di pelabuhan-pelabuhan besar seperti Palembang, Tuban, Semarang, dan Malaka, membawa serta budaya, bahasa, dan tentu saja, adat kuliner mereka.
Selama perpaduan budaya ini, masakan Tiongkok mulai beradaptasi dengan bahan dan cita rasa lokal. Minyak wijen, saus tiram, dan babi panggang, yang umum digunakan di Tiongkok, digantikan dengan rempah-rempah Indonesia seperti kecap manis, cabai, terasi, dan bawang merah. Hal ini memunculkan cita rasa gurih, manis, dan pedas yang khas pada nasi goreng Indonesia.
Beberapa daerah pelabuhan dengan komunitas Tionghoa yang besar, seperti Semarang, Medan, dan Surabaya, menjadi pusat awal penyebaran nasi goreng versi lokal. Seiring berjalannya waktu, hidangan ini menjadi populer di semua lapisan masyarakat, mulai dari bangsawan hingga rakyat jelata.
Nasi Goreng sebagai Simbol Akulturasi
Nasi goreng lebih dari sekadar makanan—nasi goreng melambangkan akulturasi budaya Tionghoa dan Indonesia. Dari bahan hingga cara memasaknya, semuanya mencerminkan perpaduan dua tradisi kuliner yang saling melengkapi.
Teknik memasak cepat dengan api besar, yang dikenal sebagai wok hei dalam budaya Tionghoa, tetap sama dengan nasi goreng Indonesia. Namun, bumbunya disesuaikan dengan selera lokal dengan tambahan rempah-rempah seperti bawang putih, bawang merah, garam, sambal, dan kecap manis Indonesia.
Faktanya, setiap daerah memiliki versinya sendiri. Ada nasi goreng Jawa yang harum dengan bumbu halus dan sambal, nasi goreng Aceh yang kaya akan bumbu kari, dan nasi goreng kampung dengan aroma khas terasi. Semua ini menunjukkan kemampuan orang Indonesia untuk mengubah pengaruh eksternal menjadi identitas baru yang unik.
Dari Dapur Rumah hingga Warung Malam
Nasi goreng juga memiliki makna sosial yang kuat dalam masyarakat Indonesia. Nasi goreng seringkali menjadi makanan pokok di rumah — mudah dibuat, cepat disajikan, dan cocok untuk segala acara. Namun, seiring waktu, nasi goreng telah berkembang menjadi ikon kuliner nasional.
Di banyak kota, penjual nasi goreng keliling dengan gerobak dan wajan besar menjadi pemandangan umum di malam hari. Suara spatula yang mengenai wajan bagaikan musik rakyat, menandakan datangnya waktu makan malam.
Nasi goreng telah menjadi simbol kreativitas tanpa batas. Setiap penjual memiliki resep rahasia mereka sendiri — beberapa menambahkan telur bebek, sosis, daging kambing, dan bahkan makanan laut. Versi modern bahkan hadir dengan keju, ayam goreng renyah, atau topping ala Korea. Tak heran jika nasi goreng dianggap sebagai hidangan yang fleksibel dan trans klasik : dapat dinikmati oleh siapa pun, kapan pun, di mana pun.Dikenal Dunia Sebagai Warisan Kuliner Indonesia
Menariknya, meskipun berasal dari Tiongkok, nasi goreng kini diakui secara internasional sebagai bagian dari identitas kuliner Indonesia. Dalam daftar “50 Makanan Terlezat di Dunia” versi CNN tahun 2011, nasi goreng Indonesia menduduki peringkat kedua, setelah rendang. Hal ini menunjukkan bagaimana hidangan yang diadaptasi dapat menjadi bagian dari identitas suatu bangsa.
Di restoran Asia di luar negeri, nasi goreng sering dipasarkan sebagai “Nasi Goreng Indonesia” atau “Nasi Goreng Spesial”, lengkap dengan aroma khas kecap manis dan saus cabai. Cita rasanya yang kuat dan mudah diterima telah menjadikannya duta kuliner, membawa Indonesia ke kancah internasional.
Lebih dari Sekadar Hidangan
Nasi goreng adalah bukti bahwa kuliner dapat menjembatani budaya. Dari dapur Tiongkok kuno hingga warung kaki lima di Jakarta, nasi goreng telah menempuh perjalanan panjang yang menandakan perpaduan, adaptasi, dan kreativitas.
Nasi goreng bukan sekadar makanan, tetapi juga kisah sejarah, identitas, dan kebersamaan. Di dalam setiap butir nasi goreng yang renyah dan aromatik terdapat kisah pertemuan dua peradaban yang saling memperkaya. Dan hingga kini, nasi goreng tetap menjadi hidangan pemersatu dari meja keluarga sederhana hingga restoran bintang lima, dari dulu hingga kini—kelezatannya tak pernah pudar.













