SUGAWA.ID – Opera Peking, atau Jingju (京剧) dalam bahasa Mandarin, adalah salah satu seni pertunjukan paling terkenal di Tiongkok. Opera ini bukan sekadar hiburan, tetapi juga simbol budaya nasional, yang mencerminkan keindahan, filosofi, dan semangat masyarakat Tiongkok. Opera Peking memadukan berbagai elemen artistik seperti musik, tari, akrobat, sastra, dan seni visual ke dalam sebuah panggung yang harmonis. Melalui ekspresi, warna, dan gerakannya yang khas, Opera Peking telah menjadi representasi jiwa Tionghoa selama lebih dari dua abad.
Asal usul Opera Peking dapat ditelusuri kembali ke Dinasti Qing pada abad ke-18. Sekitar tahun 1790, beberapa kelompok teater dari wilayah Anhui dan Hubei datang ke Beijing untuk tampil di istana kekaisaran dalam rangka perayaan ulang tahun Kaisar Qianlong. Pertunjukan mereka, yang memadukan gaya musik lokal dengan unsur tari dan akting, memikat penonton. Sejak saat itu, bentuk seni ini berkembang menjadi gaya baru yang disebut Jingju, atau Opera Beijing. Dalam waktu singkat, Opera Peking menjadi bentuk hiburan yang sangat populer di ibu kota dan kemudian menyebar ke seluruh negeri.
Opera Peking memiliki ciri khas yang membedakannya dari bentuk teater lainnya. Pertama, penggunaan musik dan vokalnya yang unik. Dalam pertunjukan, para aktor menyanyikan dialog dengan nada tinggi dan melodi yang khas diiringi oleh instrumen tradisional seperti jinghu (sejenis biola kecil), yueqin (kecapi bulan), dan berbagai instrumen perkusi seperti gong dan drum. Musik tidak hanya berfungsi sebagai pengiring tetapi juga sebagai penanda suasana hati dan emosi para tokoh. Setiap ketukan memiliki makna simbolis, menggambarkan perasaan sedih, gembira, marah, atau bahkan perang.
Selain musik, gestur dan tarian merupakan elemen penting dalam Opera Peking. Setiap gerakan memiliki maknanya sendiri—mulai dari berjalan dan melompat hingga memutar lengan. Tidak ada gerakan yang dilakukan tanpa tujuan; semuanya merupakan bentuk simbolisme yang diwariskan turun-temurun. Misalnya, ketika seorang aktor berjalan melingkar di atas panggung, hal itu dapat melambangkan perjalanan panjang. Sementara itu, lompatan dan putaran akrobatik sering digunakan untuk menggambarkan adegan pertempuran atau pelarian. Para pemain dituntut memiliki tingkat presisi, keseimbangan, dan kemampuan fisik yang tinggi, karena setiap gerakan harus tepat dan bermakna.
Salah satu aspek Opera Peking yang paling memikat adalah tata rias dan kostum yang mencolok. Wajah para aktor dilukis dengan warna-warna cerah dan pola yang kaya akan simbolisme. Setiap warna memiliki makna khusus: merah melambangkan keberanian dan kesetiaan, hitam mencerminkan kejujuran, putih menggambarkan kelicikan, sementara biru dan hijau sering dikaitkan dengan keberanian liar atau kekuatan luar biasa. Kostum seringkali berwarna cerah dan disulam dengan rumit, menggambarkan status sosial atau peran para tokoh, seperti kaisar, jenderal, pejabat, atau rakyat jelata. Pakaian dan tata rias bukan sekadar estetika tetapi juga bahasa visual yang membantu penonton memahami karakter di panggung.
Dalam struktur pertunjukannya, Opera Peking menggabungkan empat elemen utama: nyanyian (chang), dialog (nian), gerakan (zuo), dan pertarungan (da). Keempat elemen ini berpadu menciptakan pertunjukan yang kohesif dan dramatis. Para pemain berlatih selama bertahun-tahun untuk menguasai setiap aspek. Pelatihan dimulai sejak usia muda, karena membutuhkan disiplin yang tinggi dan penguasaan teknik yang kompleks. Seorang aktor Opera Peking sejati bukan sekadar pemain panggung, melainkan seniman yang menguasai musik, tari, seni bela diri, dan akting.
Tema-tema dalam Opera Peking umumnya diambil dari catatan sejarah, legenda, dan sastra Tiongkok klasik. Kisah-kisah seperti Kisah Tiga Kerajaan, Perjalanan ke Barat, atau kisah-kisah pahlawan wanita seperti Mu Guiying sering menjadi inspirasi. Melalui kisah-kisah ini, Opera Peking tidak hanya menampilkan keindahan seni tetapi juga menyampaikan nilai-nilai moral seperti kesetiaan, keberanian, kebijaksanaan, dan keadilan. Nilai-nilai ini berfungsi sebagai pesan penting yang diwariskan dari generasi ke generasi.
Seiring berjalannya waktu, Opera Peking menghadapi tantangan yang signifikan akibat perubahan selera publik dan dominasi hiburan modern. Namun, bentuk seni ini tidak punah. Pemerintah Tiongkok telah menetapkannya sebagai Warisan Budaya Takbenda Kemanusiaan oleh UNESCO pada tahun 2010, dan berbagai upaya pelestarian sedang dilakukan melalui pendidikan, festival, dan pertunjukan internasional. Banyak teater di Beijing, seperti Teater Liyuan dan Teater Agung Chang’an, masih rutin mementaskan Opera Peking untuk wisatawan dan penduduk lokal.
Menariknya, generasi muda kini membangkitkan kembali minat terhadap Opera Peking dengan cara-cara baru. Melalui platform digital dan media sosial, mereka memperkenalkan bentuk seni tradisional ini kepada dunia dalam bentuk modern seperti film, animasi, dan pertunjukan interaktif. Hal ini menunjukkan bahwa meskipun Opera Peking berasal dari masa lalu, semangatnya tetap hidup di era digital.
Sebagai warisan budaya yang kaya, Opera Peking bukan sekadar pertunjukan artistik, tetapi juga cerminan filosofi dan keindahan kehidupan Tiongkok. Opera ini mengajarkan keseimbangan antara bentuk dan makna, antara tradisi dan inovasi. Di tengah derasnya arus globalisasi, Opera Peking tetap menjadi simbol keanggunan dan kebijaksanaan budaya Tiongkok—sebuah bentuk seni yang membuktikan bahwa suara-suara masa lalu masih dapat bergema indah di panggung dunia modern.













