SUGAWA.ID – Musik tradisional Tiongkok merupakan salah satu warisan budaya tertua di dunia, kaya akan filosofi, keindahan, dan simbolisme. Setiap instrumen musik dalam tradisi Tiongkok tidak hanya diciptakan untuk menghasilkan suara, tetapi juga memiliki makna spiritual yang mendalam. Di antara instrumen-instrumen ini, dua yang menonjol dalam dunia pertunjukan—terutama dalam Opera Peking (Jingju)—adalah Yueqin dan Jinghu. Keduanya memainkan peran penting dalam menciptakan suasana dan menghidupkan karakter di atas panggung, sekaligus melambangkan harmoni antara seni dan budaya Tiongkok.
Asal-usul dan Keunikan Yueqin
Yueqin (月琴), yang berarti kecapi bulan, adalah alat musik gesek tradisional Tiongkok yang dikenal karena bentuknya yang menyerupai bulan purnama. Nama “Yue” berarti bulan, dan “Qin” berarti alat musik gesek. Yueqin telah ada sejak Dinasti Jin Timur (abad ke-3 hingga ke-5 Masehi) dan tetap menjadi salah satu alat musik terpopuler di Tiongkok hingga saat ini.
Yueqin memiliki badan kayu pipih dan bulat, empat senar utama, dan leher pendek tanpa fret. Senarnya biasanya terbuat dari sutra atau nilon, meskipun senar modern sering kali menggunakan logam untuk menghasilkan suara yang lebih tajam dan bertenaga. Alat musik ini dimainkan dengan cara dipetik menggunakan jari atau plektrum kecil.
Yueqin dikenal karena nadanya yang lembut dan hangat, sering digunakan untuk mengiringi lagu daerah, tarian, dan pertunjukan teater tradisional. Dalam Opera Peking, Yueqin berfungsi sebagai instrumen ritmis, yang memberikan fondasi harmonis bagi keseluruhan orkestra. Bunyinya menambahkan sentuhan lembut, melodis, dan emosional pada setiap adegan.
Selain fungsi pertunjukannya, Yueqin juga memiliki makna simbolis dalam budaya Tiongkok. Bentuknya yang bulat melambangkan kesempurnaan, harmoni, dan kebersamaan—nilai-nilai inti filosofi Tiongkok. Tak heran jika Yueqin sering dimainkan dalam perayaan seperti Festival Pertengahan Musim Gugur (Zhongqiu Jie), di mana bulan purnama merupakan simbol utama kebersamaan keluarga.
Kini, Yueqin masih dipelajari di sekolah-sekolah musik tradisional dan dimainkan dalam berbagai ansambel modern. Banyak musisi muda memadukan alunan lembut Yueqin dengan musik kontemporer, menciptakan jembatan antara masa lalu dan masa kini dalam musik Tiongkok.
Jinghu: Suara Khas Opera Peking
Sementara itu, Jinghu (京胡) adalah alat musik gesek khas yang merupakan jiwa Opera Peking. Nama “Jing” merujuk pada Beijing (ibu kota Tiongkok), dan “Hu” berarti alat musik gesek. Jinghu adalah alat musik terkecil dalam keluarga huqin, tetapi memiliki suara paling keras dan paling tajam.
Badan Jinghu biasanya terbuat dari bambu dengan kotak resonansi kecil berlapis kulit ular di bagian depannya. Jinghu memiliki dua senar, dan busurnya terpasang pada badan—tidak seperti biola Barat. Jinghu dimainkan dengan menggesekkan busur di antara senar untuk menghasilkan nada tinggi yang khas.
Dalam Opera Peking, Jinghu memainkan peran sentral sebagai melodi utama. Jinghu mengiringi vokal penyanyi dan sering kali meniru nada dialog atau nyanyian para aktor. Suaranya yang tajam dan ekspresif meningkatkan emosi setiap adegan, baik itu kesedihan, kegembiraan, ketegangan, maupun kepahlawanan. Seorang pemain Jinghu harus sangat terampil, karena instrumen ini sangat sensitif terhadap tekanan dan kecepatan busur.
Dapat dikatakan bahwa tanpa Jinghu, pertunjukan Opera Peking akan kehilangan “jiwanya”. Instrumen ini menentukan ritme dan suasana panggung secara keseluruhan. Ketika para aktor mulai bernyanyi, para pemain Jinghu dengan cermat mengikuti setiap nada dan jeda, menciptakan harmoni yang unik antara musik dan akting.
Selain Opera Peking, Jinghu juga digunakan dalam berbagai bentuk musik rakyat dan orkestra tradisional Tiongkok. Namun, perannya di panggung opera tetap yang paling menonjol. Banyak pemain Jinghu ternama dianggap sebagai seniman hebat karena kemampuan mereka menghidupkan karakter melalui musik semata.
Makna dan Pelestarian Budaya
Baik Yueqin maupun Jinghu bukan sekadar alat musik, melainkan warisan budaya yang mencerminkan nilai-nilai estetika dan filosofis masyarakat Tiongkok. Keduanya mewujudkan keseimbangan antara kekuatan dan kelembutan, serta antara struktur dan improvisasi—prinsip-prinsip yang juga ditemukan dalam Taoisme dan Konfusianisme.
Dalam konteks modern, upaya pelestarian kedua instrumen ini terus berlanjut. Pemerintah Tiongkok telah menetapkan berbagai program pendidikan dan pertunjukan untuk melestarikan musik tradisional. Di akademi musik seperti Konservatorium Musik Pusat di Beijing, Yueqin dan Jinghu diajarkan sebagai bagian dari kurikulum musik klasik Tiongkok. Festival musik tradisional juga rutin diadakan untuk memperkenalkan instrumen ini kepada generasi muda dan wisatawan mancanegara.
Lebih lanjut, kemajuan teknologi telah membantu memperluas jangkauan musik tradisional. Banyak musisi muda kini mengunggah penampilan Yueqin dan Jinghu mereka ke platform digital seperti YouTube dan Bilibili, menciptakan versi modern dengan pengaruh jazz, pop, dan bahkan musik elektronik.
Dengan cara ini, Yueqin dan Jinghu terus hidup dan beradaptasi. Suara lembut Yueqin dan nada tajam Jinghu bagaikan dua sisi mata uang yang sama—sebuah cerminan keindahan dan kedalaman budaya Tiongkok. Bersama-sama, keduanya menunjukkan bahwa warisan musik tradisional bukan sekadar peninggalan masa lalu, melainkan sumber inspirasi yang terus bergema di hati masyarakat Tiongkok hingga saat ini.













