Skip to content
  • Rabu, 19 November 2025
  • 1:56 am
  • Sosial Media Kami
Sugawa
  • Home
  • Pedoman Media Siber
  • Redaksi
  • Tentang Kami
  • Home
  • Greta Thunberg: Dari Pejuang Iklim ke Simbol Perlawanan Kemanusiaan
Kategori
  • Bisnis dan Iptek (21)
  • Budaya (28)
  • Komunitas (3)
  • Sastra dan Komik (8)
  • Sejarah dan Mitologi (34)
  • Sosok (17)
Sosok

Greta Thunberg: Dari Pejuang Iklim ke Simbol Perlawanan Kemanusiaan

sugawai1 Okt 8, 2025 0

SUGAWA.ID – Nama Greta Thunberg selama ini identik dengan isu perubahan iklim. Aktivis asal Swedia ini menjadi ikon global sejak remaja, berkat keberaniannya menantang para pemimpin dunia dengan kalimat tajam: “How dare you?”

Namun pada pertengahan 2025, ia kembali menjadi sorotan dunia bukan karena aksi lingkungan, melainkan karena Greta Thunberg ditangkap oleh tentara Israel saat berupaya mengirim bantuan kemanusiaan ke Gaza.

Greta Tintin Eleonora Ernman Thunberg alias Greta Thunberg lahir pada 3 Januari 2003 di Stockholm, Swedia. Ia dibesarkan dalam keluarga seniman — ayahnya seorang aktor, ibunya penyanyi opera.

Di usia 15 tahun, Greta Thunberg mulai melakukan protes kecil di depan parlemen Swedia dengan papan bertuliskan “Skolstrejk för klimatet” (Mogok Sekolah untuk Iklim).
Aksi yang awalnya dilakukan sendirian itu berkembang menjadi gerakan global Fridays for Future, diikuti jutaan pelajar di berbagai negara. Greta menjadi simbol generasi muda yang menuntut tindakan nyata terhadap krisis iklim.

Ia berpidato di forum dunia, menolak naik pesawat demi mengurangi emisi karbon, dan bahkan menyeberangi Samudra Atlantik dengan kapal layar untuk menghadiri KTT Iklim PBB di New York. Tahun 2019, majalah TIME menobatkannya sebagai Person of the Year, menjadikannya orang termuda yang pernah meraih gelar itu.

Pada Juni 2025, Greta memperluas fokus perjuangannya. Ia bergabung dengan Freedom Flotilla Coalition (FFC), kelompok internasional yang berupaya mengirimkan bantuan kemanusiaan ke Gaza di tengah blokade laut Israel.

Kapal yang ditumpanginya, Madleen, membawa beras, obat-obatan, dan perlengkapan bayi untuk warga Gaza. Bersama belasan aktivis lain dari berbagai negara, Greta berlayar dari Sisilia menuju Palestina — misi yang disebutnya sebagai “aksi solidaritas untuk kehidupan dan keadilan.”

Namun pada 9 Juni 2025, kapal itu dicegat militer Israel di perairan internasional. Menurut laporan, pasukan Israel kemudian menyeret kapal ke pelabuhan Ashdod dan menahan seluruh awaknya. Greta termasuk di antara yang dideportasi setelah menjalani pemeriksaan.

Setelah pembebasannya, Greta mengungkapkan bahwa para aktivis mengalami perlakuan buruk selama penahanan. Dalam pernyataannya, ia menuduh pasukan Israel melakukan tindakan kasar, termasuk penghinaan dan kekerasan verbal.

Laporan The Guardian menyebut beberapa anggota flotilla mengaku dipaksa memegang bendera Israel dan mengalami pemukulan ringan. Amnesty International dan beberapa lembaga HAM internasional mengecam tindakan Israel, menyebutnya sebagai pelanggaran hukum laut internasional karena intersepsi dilakukan di perairan internasional.

Sementara itu, pemerintah Israel menegaskan bahwa blokade laut ke Gaza sah berdasarkan alasan keamanan dan bahwa para aktivis “memasuki wilayah maritim tanpa izin.”

Peristiwa ini menjadi bab baru dalam perjalanan Greta Thunberg. Jika sebelumnya ia dikenal sebagai simbol perlawanan terhadap ketidakadilan lingkungan, kini ia juga menjadi ikon solidaritas kemanusiaan lintas isu.

“Tidak ada perdamaian tanpa keadilan, dan tidak ada keadilan tanpa keberanian untuk menentang penindasan,” tulis Greta di akun X (Twitter)-nya usai dideportasi. Ucapan itu mempertegas posisinya sebagai aktivis yang menolak diam terhadap penderitaan manusia — baik karena perubahan iklim maupun konflik politik.

Sejak insiden itu, Greta mulai menautkan perjuangan iklim dengan isu kemanusiaan, menekankan bahwa krisis iklim dan perang sama-sama menghancurkan masa depan generasi muda. Ia menyerukan agar dunia tidak menutup mata terhadap “bentuk penjajahan modern yang merampas hak hidup manusia dan alam.”

Kisah Greta Thunberg menunjukkan bagaimana seorang remaja bisa mengguncang sistem global dengan kata-kata dan tindakan moral. Dari mogok sekolah di Stockholm hingga ditangkap di Gaza, langkahnya mencerminkan keyakinan bahwa perubahan besar sering dimulai dari keberanian kecil.

Meski dikritik dan dicemooh oleh sebagian pihak, Greta tetap teguh pada prinsipnya: berbicara ketika dunia memilih diam. Kini, ia tidak hanya menjadi suara bagi bumi, tetapi juga bagi kemanusiaan yang terluka di berbagai belahan dunia.


Aktivis Freedom FlotillaGreta ThunbergPerson of The Year
sugawai1

Website: https://sugawa.id

Related Story
Sosok
Franz Kafka dan Keterasingan Modern
sugawai1 Nov 7, 2025
Sosok
John Lie: Pahlawan Laut yang Melampaui Batas Etnis dan Mengarungi Gelombang Revolusi
sugawai1 Nov 5, 2025
Sosok
Mulan: Pahlawan Wanita Tiongkok yang Melampaui Waktu
sugawai1 Okt 26, 2025
Sosok
Wu Zetian: Dari Selir Istana Menjadi Kaisar Wanita Paling Kejam dalam Sejarah Tiongkok
sugawai1 Okt 20, 2025
Sosok
Mengenal J.R.R Tolkien: Arsitek Dunia Fantasi
sugawai1 Okt 15, 2025
Sosok
María Corina Machado: Perempuan yang Menyalakan Kembali Demokrasi Venezuela
sugawai1 Okt 13, 2025
Sosok
Zhuge Liang: Jenderal yang Mengukir Sejarah Lewat Kecerdasan, Bukan Kekerasan
sugawai1 Okt 11, 2025
Sosok
Lima Perempuan Paling Berpengaruh di Asia 2025: Ketangguhan, Empati, dan Visi di Balik Panggung Bisnis
sugawai1 Okt 10, 2025
Sosok
Yue Fei: Jenderal yang Dikalahkan oleh Kesetiaan
sugawai1 Okt 9, 2025
Sosok
Aldila Sutjiadi: Jejak Emas Petenis Puteri Indonesia di Panggung Dunia
sugawai1 Okt 7, 2025
Sosok
Tilly Norwood, Aktris yang Picu Amarah Hollywood
sugawai1 Okt 5, 2025
Sosok
Carina Joe, Ilmuwan Indonesia di Oxford yang Berperan dalam Vaksin AstraZeneca
sugawai1 Okt 5, 2025

Copyright © 2025 | Sugawa.id | NewsExo by ThemeArile

  • Tentang Kami
  • Redaksi
  • Pedoman Media Siber
  • Tentang Kami