SUGAWA.ID — Di tengah pusaran perubahan ekonomi global yang serba cepat, ada lima sosok perempuan Asia yang melangkah melampaui batas. Mereka tidak hanya memimpin korporasi besar, tetapi juga menulis ulang makna kepemimpinan itu sendiri—dengan visi, empati, dan keberanian.
Dalam daftar “Asia’s Most Powerful Businesswomen 2025” versi Fortune, kelimanya membuktikan bahwa kekuatan bukan sekadar angka dalam neraca, tetapi juga keberanian untuk menavigasi dunia yang tidak pasti.
- Tan Su Shan: Kapten di Lautan Gejolak
Ketika Tan Su Shan diangkat sebagai CEO DBS Group Holdings pada Maret lalu, banyak yang menilai langkah itu berani. Ia memimpin bank terbesar di Asia Tenggara di tengah ketegangan perdagangan global, gejolak geopolitik, dan disrupsi digital yang mengguncang sektor keuangan. Namun, Tan menjawab semua itu dengan ketenangan seorang pelaut yang sudah hafal badai.
“Saya sudah bilang ke tim, tahun ini akan penuh gejolak, jadi bersiaplah,” ujarnya dalam wawancara dengan Fortune.
Bagi Tan, kepemimpinan berarti kesiapan untuk mengayuh bahkan ketika arus tak bersahabat. Ia dikenal sebagai figur yang rendah hati, disiplin, dan berfokus pada kolaborasi. Di bawah arahannya, DBS memperkuat inisiatif keberlanjutan, mengembangkan layanan berbasis AI, dan memperluas jangkauan ke pasar Asia Selatan.
Namun, pengaruh Tan melampaui dunia perbankan. Dalam sebuah acara lelang amal yang digelar Sotheby’s di Galeri Nasional Singapura, program “makan malam bersama Tan Su Shan” terjual hingga Rp243,8 juta. Angka itu mencerminkan daya tarik pribadi seorang pemimpin yang tidak hanya cerdas, tetapi juga menginspirasi.
- Grace Wang: Merangkai Masa Depan Teknologi
Di posisi kedua, Grace Wang, pendiri Luxshare Precision Industry asal China, menunjukkan wajah lain dari ketangguhan. Ia memulai perusahaannya dari bengkel kecil di Dongguan, kini menjadi pemasok utama Apple dan calon mitra OpenAI dalam pengembangan perangkat keras.
Meski berada di tengah pusaran ketegangan antara Amerika Serikat dan China, Wang tetap teguh pada prinsipnya: membangun dengan tangan sendiri.
Dalam industri teknologi yang keras dan maskulin, Wang membawa sentuhan khas kepemimpinan perempuan: detail, empati, dan konsistensi. Ia dikenal sering berjalan di lantai pabrik untuk mendengar langsung masukan karyawannya.
“Teknologi hebat tidak hanya soal kecepatan, tapi juga soal manusia yang membuatnya mungkin,” katanya dalam sebuah forum di Shenzhen.
Di tengah guncangan rantai pasok global, Luxshare justru tumbuh lebih tangguh—simbol daya juang yang tak gentar oleh turbulensi.
- Meng Wanzhou: Dari Krisis Menjadi Kekuatan
Tidak banyak pemimpin yang diuji sekeras Meng Wanzhou. CFO Huawei sekaligus salah satu ketua bergilir perusahaan itu pernah menghadapi tekanan diplomatik berat. Namun, pengalaman pahit itu justru menguatkannya.
Kini, Meng berdiri di garis depan upaya Huawei membangun kemandirian teknologi China, terutama dalam produksi chip kecerdasan buatan (AI) domestik.
Ia dikenal sebagai pemimpin yang lembut tapi berprinsip. “Setiap krisis memberi kita pilihan—menyerah atau berubah,” ujarnya suatu kali.
Di bawah pengawasannya, Huawei tidak hanya bertahan dari embargo, tetapi juga memimpin inovasi AI lokal. Di mata publik China, Meng telah menjadi simbol resilience—ketahanan mental dan strategis di tengah tekanan global.
- Bonnie Chan: Menyalakan Kembali Cahaya Hong Kong
Pasar keuangan Hong Kong pernah menjadi magnet Asia, sebelum akhirnya kehilangan sinarnya akibat pandemi dan ketegangan politik.
Kini, di bawah kendali Bonnie Chan, CEO Hong Kong Exchanges and Clearing (HKEX), sinar itu perlahan kembali menyala.
Chan membawa gaya kepemimpinan yang menggabungkan ketegasan korporasi dengan sentuhan personal. Ia membuka ruang bagi perusahaan rintisan teknologi untuk melantai di bursa, sembari menjaga kredibilitas pasar yang selama ini menjadi daya tarik Hong Kong.
Tahun ini, dua IPO terbesar dunia—CATL dan Zijin Mining—berlangsung di bawah pengawasannya, menandai kebangkitan kembali kota itu sebagai pusat finansial Asia.
“Pasar yang sehat tidak hanya dibangun oleh uang, tapi juga oleh kepercayaan,” ujarnya dalam konferensi HKEX awal tahun.
Chan membuktikan bahwa bahkan dalam dunia keuangan yang keras, nilai-nilai integritas tetap menjadi mata uang yang paling berharga.
- Kathy Yang: Arsitek Baru Foxconn
Posisi kelima diisi Kathy Yang, CEO bergilir Foxconn, raksasa manufaktur asal Taiwan.
Di usia kepemimpinannya yang baru beberapa bulan, Yang langsung menghadapi transisi besar—peralihan fokus Foxconn dari produksi iPhone menuju perakitan server untuk Nvidia dan perusahaan AI global lainnya.
Dengan pengalaman lebih dari tiga dekade di bidang logistik, Yang menavigasi perubahan itu dengan ketelitian seorang insinyur dan intuisi seorang pemimpin.
Baginya, kepemimpinan bukan tentang menjadi yang paling keras, melainkan yang paling mendengarkan.
“Ketika Anda tahu apa yang dirasakan tim Anda, Anda tahu arah yang benar,” katanya dalam wawancara dengan TechAsia.
Langkahnya mengarahkan Foxconn ke sektor AI menandai transformasi penting dalam sejarah perusahaan—membawa manufaktur Asia ke level baru, di mana efisiensi bertemu inovasi.
Kepemimpinan yang Mengubah Paradigma
Menurut analis ekonomi Yesaya Christofer, CSA, CTA, CEO & Founder Yes Invest, kebangkitan para pemimpin perempuan di Asia mencerminkan pergeseran nilai dalam dunia bisnis.
“Dulu, kesuksesan korporasi diukur dari kekuatan pasar dan angka laba. Kini, kemampuan beradaptasi, keberanian mengambil risiko, dan kepekaan sosial menjadi kunci utama—dan di sinilah keunggulan banyak pemimpin perempuan terlihat,” jelasnya.
Lima nama dalam daftar Fortune bukan sekadar representasi gender. Mereka adalah simbol dari transformasi Asia—wilayah yang kini tak hanya tumbuh karena ekonomi, tetapi juga karena keberagaman pola pikir dan kepemimpinan.
Dari Ketegasan ke Empati
Tan Su Shan, Grace Wang, Meng Wanzhou, Bonnie Chan, dan Kathy Yang datang dari latar berbeda, tetapi memiliki satu kesamaan: mereka memimpin dengan hati.
Mereka membuktikan bahwa kekuatan sejati tidak selalu keras, bahwa kejelian dan empati bisa menjadi fondasi baru bagi dunia bisnis.
Mungkin inilah wajah baru Asia 2025—benua yang dipimpin oleh perempuan-perempuan yang tidak hanya mengejar keuntungan, tetapi juga masa depan yang lebih manusiawi.





_-_panoramio-e1760928594996.jpg)


-e1760098626616.jpg)




