SUGAWA.ID – Di tengah masa perang dan runtuhnya kepercayaan pada pemerintahan, ada satu pria yang tak pernah mau tunduk kepada individu. Namanya adalah Yue Fei, sosok pria yg hanya setia pada tanah airnya. Ia adalah pahlawan bagi rakyat, namun menjadi sebuah ancaman bagi kesempurnaan yang semu di dalam istana.
Hanya Menyedihkan dalam Ingatan
Lahir pada tahun 1103, di tengah gejolak Dinasti Song, Yue Fei tumbuh dalam kemiskinan. Ayahnya wafat saat ia masih kecil, dan hanya ibunya yang menjadi panutannya. Dalam kisah yang kini jadi legenda, sang ibu menato empat huruf besar di punggung putranya:
“尽忠报国” — Mengabdi sepenuh hati kepada negara.
Anak itu tak pernah melupakan rasa sakit dari jarum bukan karena lukanya, tetapi karena sumpah yang tertanam dalam dagingnya.
Jendral yang Tak Terkalahkan
Ketika bangsa Jurchen menyerbu dari utara, Yue Fei berdiri menjadi perisai bagi negara yang hampir runtuh. Namanya membuat musuh gentar, dan memberi harapan pada rakyat yang kelelahan. Dengan strategi gerilya yang brilian, kavaleri secepat kilat, dan disiplin sekeras baja, ia merebut wilayah demi wilayah dari tangan Jin.
Namun Yue Fei bukan sekadar jenderal brilian, ia adalah legenda yang menjadi simbol harapan di masa di mana pengkhianatan dan ketakutan mendikte segalanya.
Namun, kejayaan seperti itu terlalu menyilaukan bagi mereka yang bersembunyi di balik tirai istana.
Di Balik Tirai Kekuasaan
Kaisar Gaozong dari Song Selatan sangat menginginkan perdamaian dan justru lebih memilih perdamaian diplomatik dengan musuh yang selama ini dilawan Yue Fei. Ia khawatir kemenangan militer yang dipimpin Yue Fei secara terus-menerus akan mengalihkan kesetiaan rakyat dari kekaisaran dan justru beralih ke sang jendral.
Lalu muncullah Qin Hui, pejabat istana licik yang menjadi penghubung antara istana dan pengaruh asing. Dengan tuduhan palsu, ia menjatuhkan Yue Fei. Sang kaisar mengeluarkan perintah penarikan pasukan.
Dalam sejarah, ini dikenal dengan tiga kata yang menjadi kutukan:
“Dua Belas Perintah Medali Emas” (十二道金牌)
Yue Fei patuh, bukan karena takut, tapi karena prinsip yang telah ibunya ajarkan kepadanya.
Tak lama kemudian, ia ditangkap dan akhirnya dieksekusi mati, tanpa pengadilan, tanpa bukti. Ketika ditanya apa kesalahan Yue Fei, Qin Hui hanya mengucapkan tiga kata yang kini menjadi legenda:
“Mungkin saja dia bersalah.” (莫须有)
Tiga kata yang membunuh seorang legenda.
Namun di Hati Rakyat, Ia Tak Pernah Mati
Hari ini, makam Yue Fei berdiri di Hangzhou, menghadap patung-patung besi Qin Hui dan istrinya yang berlutut dalam aib abadi. Penduduk yang lewat masih sering meludahi patung-patung besi itu sebagai bentuk keadilan kecil bagi Yue Fei yang telah dikhianati oleh kekaisaran.
Yue Fei adalah seorang jenderal, tapi lebih dari itu. Ia adalah sebuah gagasan terlalu murni untuk dunia yang terlalu kotor. Seorang pria yang memilih kesetiaan, meskipun pengkhianatan merupakan jalan yang jauh lebih mudah.
Meskipun wilayah yang ia perjuangkan sempat jatuh, namanya tetap hidup bukan karena kemenangan yang diraihnya, tetapi karena prinsip yang tak bisa dibunuh oleh kekuasaan.





_-_panoramio-e1760928594996.jpg)


-e1760098626616.jpg)




