SUGAWA.ID – Nama Janice Tjen mendadak jadi sorotan ketika ia mencatatkan sejarah baru di US Open 2025. Petenis muda asal Jakarta itu menumbangkan unggulan Rusia, Veronika Kudermetova, pada babak pertama.
Apa yang dilakukan Janice Tjen menjadi sebuah capaian yang membuat publik Indonesia kembali menaruh harapan pada tenis putri, olahraga yang sempat lama redup di panggung dunia.
“Saya ingin menunjukkan bahwa pemain Indonesia juga bisa bersaing di level dunia,” ujar Janice Tjen selepas kemenangannya.
Lahir pada 6 Mei 2002, Janice Tjen mulai mengenal tenis sejak kecil. Bakatnya makin terasah ketika ia tampil di ajang junior, termasuk meraih emas tunggal dan perak ganda di ASEAN School Games 2019 di Semarang.
Seperti banyak atlet muda Indonesia, ia menghadapi keterbatasan sistem pembinaan dalam negeri. Tapi kesempatan besar datang lewat jalur beasiswa tenis kampus di Amerika Serikat.
Dia sempat memperkuat University of Oregon, lalu pindah ke Pepperdine University, salah satu kampus dengan program tenis terbaik.
Di sana, Janice berkembang pesat. Ia menyandang gelar ITA All-American dan sempat menduduki peringkat #1 ganda serta #35 tunggal di peringkat tenis kampus AS.
Selepas kuliah, Janice Tjen memilih fokus meniti karier profesional. Ia mengoleksi sejumlah gelar di sirkuit ITF, yang jadi batu loncatan menuju turnamen lebih besar.
Puncaknya terjadi di US Open 2025. Janice bukan hanya lolos dari babak kualifikasi, tetapi juga mencatat kemenangan fenomenal di babak utama. Ia menjadi petenis putri Indonesia pertama dalam puluhan tahun yang memenangkan laga Grand Slam.
Langkahnya terhenti di putaran kedua oleh juara US Open 2021, Emma Raducanu. Meski demikian, dunia mulai mengenal sosok Janice Tjen.
Selain itu, ia juga tampil impresif di WTA 125 di Tiongkok dan bahkan menembus final WTA di São Paulo. Sebuah rekor baru untuk tenis Indonesia.
Janice dikenal dengan gaya bermain yang berbeda dari kebanyakan petenis modern. Ia piawai memainkan slice backhand, forehand agresif, dan berani naik ke net. Karakter ini membuat banyak pengamat membandingkannya dengan Ashleigh Barty, mantan petenis nomor satu dunia yang menjadi idolanya.
“Janice punya sentuhan klasik tapi efektif. Ia memberi warna lain di tengah dominasi permainan keras,” kata Dr. Yong Chen, pakar tenis internasional dari University of Melbourne.
Harapan Baru
Tenis Indonesia yang sempat bersinar lewat nama Angelique Widjaja pada awal 2000-an, kink kembali jadi sorotan internasional karena kehadiran, Janice Tjen.
Ia bisa membuktikan lewat jalur pendidikan di luar negeri bisa melahirkan atlet kelas dunia untuk Indonesia.
Sekarang dengan peringkat tunggal terbaik dunia yang sudah menembus Top 100 WTA, Janice baru berada di awal perjalanan. Tantangan berikutnya adalah mempertahankan konsistensi, memperkuat fisik, dan mencari dukungan sponsor agar bisa rutin tampil di turnamen besar.
Janice sendiri mengaku ingin jadi inspirasi bagi kaum muda di tanah air.
“Saya berharap anak-anak Indonesia percaya bahwa mereka juga bisa bermain di level dunia. Kalau saya bisa, mereka juga bisa,” katanya.
Janice Tjen telah menorehkan jejak baru bagi tenis Indonesia. Dari lapangan sekolah di Jakarta hingga sorak penonton di New York, perjalanannya menjadi bukti bahwa mimpi bisa diraih dengan kerja keras dan keberanian.
Di usianya yang baru 23 tahun, Janice masih punya banyak waktu untuk mengasah diri. Jika konsistensi dan dukungan terus terjaga, bukan mustahil ia akan menjadi wajah baru tenis Indonesia di panggung dunia.